Air Terjun Paling Berbahaya jilid 2





Every adventure always has their own story, and so do mine. Di postingan sebelumnya, gue emang sengaja cut ceritanya di tengah-tengah untuk memberi kesan yang menegangkan, hahaha. Tapi kayanya gagal, karena emang nggak ada kesan menegangkan sama sekali -_-. So, buat kalian yang baca postingan kali ini tapi belum baca postingan gue sebelumnya, gue saranin buat baca dulu karena ceritanya nyambung.


Di postingan sebelumnya gue udah cerita dari mulai keraguan gue buat berangkat ke Coban Sriti dan sampe akhirnya gue mau berangkat, gimana perjalanan gue dari awal sampai akhirnya temen gue ada yang hampir hanyut terseret arus sungai. Iya, hampir, karena nyatanya si Andy masih bisa terselematkan dan masih hidup sampai sekarang. Tentunya itu semua berkat gue. Karena refleks gue yang sangat baik dan tangan gue yang lumayan panjang ─tangan panjang, bukan panjang tangan─, begitu lihat Andy yang kehilangan keseimbangan, langsung gue tarik tangannya buat membantu menjaga keseimbangan dia. Ya walaupun sekarang gue ngerasa cerita ini bakalan lebih keren kalau si Andy hanyut beneran, hahaha.



Well, satu step yang lumayan mengguncang adrenalin sudah terlewati. Karena perjalanan yang ditempuh udah lumayan jauh dan barusan harus berjuang melawan arus, gue dan temen-temen memutuskan untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan.




 Gue selalu saranin buat yang ingin melakukan trekking dengan medan yang lumayan jauh dan sulit, jangan pernah berangkat tanpa bekal apapun, at least bawa roti atau minum, karena di sana nggak bakal ada orang yang keliling jual Aqua atau Pop Mie.

Tapi tetep inget buat selalu menjaga kebersihan, bawa kembali sampahmu dan buang pada tempatnya, jangan habis makan langsung ditinggal gitu aja. Sekitar setengah jam kita habiskan untuk beristirahat, ngerokok bentar dan minum vitamin biar nggak loyo.
Udah seger lagi, kita pun kembali melanjutkan perjalanan.



 Eh, baru beberapa langkah kami sudah disambut dengan sebuah bilik. Dan yang lebih mengejutkan lagi, di balik bilik itu ada batu setinggi 5 meter.



Refleks gue langsung tanya ke tour guide kami, “Ini kitaharus manjat batu segede ini? Nggak ada jalan lain? Muter gitu misalnya?” dan dengan santai si doi bilang, “Nggak ada mas.”
Tapi ternyata memanjat batu setinggi 5 meter itu nggak sesulit yang gue bayangin, karena emang udah ada pijakannya. Nah waktu turunnya yang bikin sedikit deg-degan. Nggak ada pijakan sama sekali buat kita turun, jadi turunnya harus merosot gitu kaya waktu kalian lagi main prosotan pas TK. Bedanya, kalau di TK prosotannya aman, kanan-kiri ada pembatasnya, tingginya palingan satu sampe dua meter.



Kalau ini beda, udah tingginya lima meter, nggak ada pengaman sama sekali, sedikit aja kurang hati-hati ketika meluncur ke bawah kita bisa jatuh, kejedot, pingsan, terus gegar otak.
Sukses menuruni batu,





 kami mulai mendengar suara-suara dari kejauhan. Karena dasarnya gue orangnya emang suka penasaran, gue cari tahu asal suara itu. Tapi sebelumnya kita harus menaklukkan satu sungai lagi buat menuju ke sumber suara. Ternyata, suara yang sebelumnya gue denger merupakan suara kelelawar. Setelah berhasil melawan arus untuk yang kesekian kalinya,






 kami menemukan sebuah rumah kelelawar. But that’s not really a surprising thing for me since I know that bats often find/made their house along forest or water edges where they tend to fly.



Ternyata bukan cuma kelelawar yang excited menyambut kedatangan kami. Tidak jauh dari sana kami juga menemukan beberapa ekor biawak. Ukurannya lumayan gede, panjangnya kira-kira hampir sama kaya guling di kamar gue.





Ngelewatin sungai udah, kepleset udah, manjat batu udah, ketemu kelelawar sama biawa juga udah, terus kapan ketemu air terjunnya?




Sabar, sedikit lagi. Karena setelah berjalan beberapa meter dari rumah kelelawar tadi, gue mulai mendengar gemuruh air terjun, yang artinya destinasi utama perjalanan kali ini udah deket yang membuat gue semakin excited dan gak sabar. Kemudian sampailah kami di tanah tandus kering dan berpasir dengan lebar hampir 20 meter.


 Bukan Cuma itu, tempat ini juga dikelilingi tebing-tebing tinggi setinggi 50 meter. Kebayangkan kalau kalian ke sini salah jadwal, salah memperkirakan cuaca terus kena air bah? Bisa-bisa kalian kalian hanyut. Iya, kalian cuma bisa pasrah karena di sini nggak ada pijakan sama sekali buat naik ke atas tebing. So, I recomend you again to get a tour guide like what I did.

Bagian air terjun paling atas udah mulai terlihat. Karena terlampau semangat, kami pun langsung berlarian menuju ke sana. Ingat, hal yang berlebihan itu nggak baik. Karena terlalu excited, gue lupa kalau naruh HP di saku celana. Alhasil, ketika lari-larian ke air terus basah-basahan, HP gue juga ikut basah. Akibatnya, kamera HP gue sampe sekarang nggak bisa dipakai. Pelajaran buat kalian, jangan terlalu  menggebu-gebu, ingat barang bawaan dan medannya, biar nggak menyesal di kemudian hari kaya gue.




Gue sampai di lokasi sekitar pukul 11 siang. Begitu melihat air terjun yang super epic itu terpampang langsung di depan mata gue,


tanpa pikir panjang gue langsung mencoba mendekat dengan melewati beberapa batuan besar. Alih-alih menggunakan batuan tersebut sebagai pijakan, ternyata batu-batu besar itu ditumbuhi lumut setebal 5cm -_- jadilah tangan gue kotor semua.



Akses terdekat yang dapat dijangkau yakni sekkitar 20 meter dari air terjun, selebihnya kami tidak bisa mendekat karena akses buat kesana dihalangi batu-batu kali yang lebih besar lagi. Nah di situ gue kembali disambut sama sekumpulan biawak. Kali ini jumlahnya lebih banyak dibanding yang sebelumnya.


 Dengan perjalanan yang jauh, memakan waktu yang lama, dengan medan yang menurut gue nggak gampang, ketika lo sudah sampai di Coban Sriti semuanya bakal kebayar. The view, the weather, and the water will surely cool you down after those stimulating trek!



Konon ceritanya air terjun ini merupakan gabungan dari 4 sungai yang merupakan jalur lahar dingin dari gunung semeru. Dan sebenarnya dulu air terjun ini bentuknya tidak bercabang seperti sekarang, menurut warga setempat ada batu sebesar warung kopi jatuh yang akhirnya membuat air terjun ini terbelah menjadi dua. Ketika musim penghujan biasanya aliran 4 sungai tadi dijadikan sebagai tempat penambangan pasir. Katanya juga, beberapa truk sempat hilang karena tersapu arus. Kebayang kan gimana ngerinya.




Selsesai menikmati keindahan Coban Sriti, gue juga udah dapet banyak jepretan bagus, kami akhirnya memutuskan untuk kembali.


Medan yang gue lalui dari Coban Sriti masih bisa gue handle, masih sanggup. Ketika udah sampe di area Kapas Biru, beda lagi ceritanya. Karena udara yang lembab dan paginya gue cuma sarapan pake Indomie, ditengah perjalanan kesadaran gue tiba-tiba hilang. Gue pingsan. Nggak keren banget buat diceratin, tapi ini juga bisa dijadikan warning buat kalian yang akan berpergian jauh. Persiapan itu penting, termasuk sarapan. Eat a proper breakfast before you go, jangan cuma makan Indomie. I am sure for some of you preparing to go travelling is the boring part, but it has to be done and can have a huge impact on the success of your travels.
Well, sampai di sini dulu cerita gue tentang perjalanan gue waktu ke Coban Sriti. Semoga menghibur dan banyak membantu.See you guys on my next post!!!!





Komentar

  1. Dari coban kapas biru jalan smpe ke coban sriti brapa lama perkiraan mas?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer